You are currently viewing Bagaimana Urgensi Penggunaan Vaksin Booster Untuk Menangani Omicron?

Bagaimana Urgensi Penggunaan Vaksin Booster Untuk Menangani Omicron?

Oleh: Cahyaningtias Purwa Andari*

Pandemi covid 19 masih belum berakhir meski sudah memasukki Tahun 2022, bukan hanya itu saja, namun varian virus semakin berevolusi seperti Alpha, Beta, Gama, Delta, dan yang paling terbaru adalah Omicron. Varian ini masih menjadi trending dalam pemberitaan pekan terakhir ini, tidak terkecuali karena penyebarannya yang sudah masuk ke Indonesia melalui berbagai perjalanan ke luar negeri.

Berbahayanya transmibilitas omicron ini dikemukakan oleh Dr. Hans Kuge, direktur regional WHO Eropa (dalam wawancara dengan CNN News), menyatakan bahwa The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memprediksi akan terjadi infeksi lebih dari 50% populasi di Eropa dalam 6 hingga 8 minggu saja. Kurun waktu hanya 2 bulan saja untuk mencapai setengah populasi di Eropa tentu menjadi kekhawatiran bagi kita semua, bahwa hal tersebut menunjukkan adanya probabilitas penyebaran virus yang meledak.

Mungkinkah Vaksin Booster Menjadi Prioritas Solusi?

Berdasarkan data dari Kemenkes, data per 11 Januari 2022 pukul 18.00 WIB, total vaksinasi yang sudah mencapai dosis kedua yaitu sebanyak 117.650.556, artinya sudah mencapai 56,49% dari jumlah target sasaran vaksinasi sampai tahap akhir sebanyak 208.265.720. Angka tersebut menujukkan bahwa masih terdapat hampir setengah target yang belum mendapatkan vaksin dosis kedua, padahal virus masih terus bermutasi. Sedangkan tingkat imunitas yang terbentuk dari vaksin yang sudah melebihi jangka waktu 6 bulan dapat mengalami penurunan secara signifikan.

Vaksin booster merupakan vaksin dosis ketiga diberikan pada seseorang yang sudah mendapatkan dua kali dosis vaksin, hal ini ditujukan untuk meningkatkan imunitas secara penuh dari serangan covid 19. Namun wacana akan adanya vaksin booster cukup menjadi perdebatan mengingat masih belum terpenuhinya angka dosis vaksin kedua. Keberadaan omicron yang mulai menjangkit ratusan orang semakin mendesak urgensi vaksin booster dilakukan untuk menekan penyebarannya yang diprediksi lebih cepat daripada varian-varian sebelumnya.

Immunologist Ellebedy (dalam Dolgin, 2021), menyatakan bahwa sebelum adanya varian omicron pernah memprediksi bahwa kemungkinan dosis ketiga vaksin covid 19 akan dipertimbangkan untuk menjaga proteksi yang lebih lama tehadap penyakit parah dan kematian. Lebih lanjut, seorang Vaccine Biologist di La Jolla Institute for Immunology California USA, Allesandro Sette memperingatkan bahwa saat ini dibutuhkan eksperimen lebih untuk menilai dampak dari varian. Meskipun tubuh terasa sehat dan vaksin sudah melindungi diri dari kemungkinan buruk covid 19, namun diperlukan booster lebih.

Katakanlah apabila tingkat penularan suatu komunitas dinyatakan tetap tinggi, adanya vaksin booster dapat digunakan untuk mengendalikan penyebaran virus dengan meningkatkan jumlah penawar antibodi untuk menghambat virus masuk ke dalam sel. Level antibodi semacam ini biasanya terjadi setelah proses vaksinasi. Apabila kemudian omicron menjadi semakin tinggi tingkat penyebarannya, maka booster dapat digunakan, terutama keunggulannya dalam menghasilkan beragam antibodi, setidaknya beberapa antibodi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mempertahankan aktivitasnya dalam melawan varian omicron.

Interim Statement WHO Mengenai Vaksin Booster

Dirjen WHO pernah menyerukan mengenai moratorium vaksin booster untuk orang dewasa sehat hingga akhir tahun 2021 sebagai kesetaraan dalam akses vaksin secara global. Namun faktanya masih banyak negara yang jauh mencapai target cakupan vaksin sebanyak 40% pada akhir tahun 2021, sementara itu ada pula negara-negara lain yang sudah memvaksinasi melebihi ambang batas hingga mencakup anak-anak, bahkan mengimplementasikan vaksin booster secara ekstensif. Hingga pernyatan ini dikeluarkan WHO (22/12/21), secara global sudah sekitar 20% dosis vaksin covid 19 yang digunakan sebagai vaksin booster setiap harinya.

Meskipun demikian, keputusan untuk penetapan kebijakan vaksin booster harus didasarkan dengan bukti bahwa manfaat untuk kesehatan masyarakat lebih besar, serta kewajiban negara untuk mengamankan kesetaraan global dalam akses vaksin untuk meminimalkan dampak penularan varian dan perpanjangan masa pandemi. Nyatanya, pasokan vaksin sebenarnya tidak merata, negara dengan penghasilan yang lebih rendah memiliki akses rendah pula dengan pasokan yang tidak menentu.

Vaksin booster sudah mulai disahkan oleh otoritas di beberapa negara dengan menambahkan pada label produk BNT162b2, mRNA 1273, dan Ad26.COV2.S. Selain itu, vaksin ChAdx1-S (rekombinan) dan CoronaVac, BIBP, BBV152 dan NVX-CoV2373 sudah tersedia data uji klinis sebagai dosis booster. Semua penelitian hingga saat ini menunjukkan respons imunologis anamnestik yang kuat untuk meningkatkan antibodi setelah dilakukannya vaksin primer, namun data yang disediakan masih dirasa kurang mencukupi dan terlalu sedikit untuk menilai kinetika dan durasi respons imun yang ditunjukkan.

Banyak negara masih sedang meneliti lebih lanjut mengenai vaksin booster. Secara keseluruhan berdasarkan studi keamanan dan reaktogenisitas yang didasarkan uji klinis skala kecil dan data pasca lisensi, menunjukkan adanya keamanan yang serupa dengan diberikannya dosis kedua dalam seri vaksin primer. Beberapa otoritas sudah menyatakan bahwa risiko manfaat yang menguntungkan dari diberikannya vaksin booster untuk individu.

Pertimbangan Sebelum Menerapkan Kebijakan Vaksin Booster Menurut WHO

Kondisi Terakhir Suatu Negara

Secara global, setidaknya sudah ada 126 negara yang mengeluarkan rekomendasi untuk melaksanakan vaksin booster dan lebih dari 120 sudah mulai mengimplementasikannya. Dari negara tersebut mayoritas merupakan negara dengan penghasilan tinggi atau menengah ke atas. Target utama dari adanya vaksin booster hampir serupa dengan awal dicanangkannya vaksin covid yakni tenaga medis, dewasa tua, dan individu yang lemah imunitas. Namun untuk negara dengan penghasilan rendah masih melakukan pertimbangan untuk benar-benar menerapkan vaksin booster karena belum terpenuhinnya angka vaksin primer secara maksimal.

Kesetaraan Secara Global dan Suplai Vaksin

Adanya ketidakpastian terhadap akses untuk mendapatkan vaksin agar merata secara global, perlu mempertimbangkan penerapan kebijakan terkait manfaat kesehatan bagi populasi di negaranya agar tercipta kesetaraan secara global. Pasokan vaksin global dimungkinkan meningkat pada kuartal pertama di tahun 2022. Meskipun terjadi peningkatan namun hambatan yang mungkin terjadi adalah akses dan distribusi yang mengakibatkan tidak meratanya pasokan vaksin. Hal ini hanya dapat diatasi melalui komitmen suatu negara terhadap tujuan dan target vaksin secara global dan saling membantu negara lain yang lebih membutuhkan.

Kasus Mengenai Kesehatan Masyarakat dan Optimalisasi Dampak Vaksin

Sejalan dengan roadmap dan strategi WHO dalam mencapai vaksinasi covid 19 secara global yang ditargetkan sekitar pertengahan tahun 2022, prioritas utama program vaksin yaitu untuk mengurangi kematian dan penyakit serta untuk melindungi sistem kesehatan. Dalam hal ini, prinsip yang digunakan dapat didukung dengan menggunakan model Values Framework untuk mengoptimalisasi dampak kesehatan dari limitnya suplai vaksin.

Prinsip dari model tersebut menunjukkan kehebatan dalam mengurangi angka kematian yang dicapai melalui prosedur administrasi dosis booster pada populasi yang memiliki tingkat resiko tinggi daripada menggunakan dosis yang sama untuk populasi dengan tingkat resiko rendah. Pertimbangan lain yakni memprioritaskan suplai vaksin booster pada populasi dengan tingkat resiko tinggi daripada sekedar memperluas jangkauan vaksin secara angka, namun hanya untuk meng-cover populasi dengan tingkat resiko rendah.

Sebagai penutup, pada dasarnya, vaksin booster tidak hanya digunakan untuk menghambat penularan varian omicron tetapi kemungkinan dari varian-varian lainnya yang sudah ada atau yang mungkin akan bermutasi. Namun mengingat terbatasnya suplai vaksin yang tidak seimbang dengan permintaan vaksin, prioritas pemberian vaksin booster harus benar-benar dipertimbangkan tingkat probabilitas dengan pemilihan secara hati-hati dan tepat sasaran. Jika dikatakan sebagai urgensi, mungkin bagi beberapa kelompok rentan tertentu sangat dibutuhkan agar tidak mudah menerima paparan virus.

*) Penulis adalah Analis Berita di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Cilacap

Referensi:

Dolgin, Elie. 2021. Omicron is Supercharging the Covid Vaccine Booster Debate. https://www.nature.com/articles/d41586-021-03592-2. (diakses pada 12/01/22).

CNN News. 2022. Who Director Makes Bleak Prediction for Omicron Surge. Diposting pada 12/01/22. Youtube Video 5:19. https://www.youtube.com/watch?v=hQaApMimxLA. (diakses pada 12/01/22).

www.vaksin.kemkes.go.id.

World Health Organization. 2021. Interim Statement on Booster Doses for Covid-19 Vaccination. https://www.who.int/news/item/22-12-2021-interim-statement-on-booster-doses-for-covid-19-vaccination—update-22-december-2021. (diakses pada 12/01/22).

Dony R Bintoro

DISKOMINFO REPORTER TEAM