CILACAP – Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan kejahatan kemanusiaan yang bersifat sindikat dengan akar penyebab masalah yang komplek, beragam dan terus berkembang , guna mencegah Tindak Pidana Perdagangan orang (TPPO) diperlukan upaya sinergisitas dari pihak terkait mulai dari lembaga pendidikan, keluarga, masyarakat, dunia usaha dan lembaga pemerintah pusat maupun di daerah. “Ada beberapa hal yang menjadi sumber penyebab dari perdagangan orang, diantaranya adalah adanya diskriminasi gender yang berkembang di masyarakat yaitu pernikahan anak, kawin sirih, kawin kontrak, putus sekolah, pengaruh globalisasi, keluarga yang tidak harmonis atau yang terkena dampak bencana alam akan berpotensi menjadi korban TPPO. “ Demikian diungkapkan Kepala Dinas KB,PP dan PA Kabupaten Cilacap Murniyah saat Rapat korrdinasi Tim Gugus Tugas Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang –TPPO Kabupaten Cilacap,di ruang rapat Dinas setempat Selasa (18/5).
Menurut Murniyah , kasus perdagangan orang saat ini masih mengkhawatirkan dan pada umumnya korban adalah perempuan dan anak-anak, melihat dari bentuk TPPO yang tumbuh subur dengan modus-modus yang semakin beragam, oleh karena itu untuk menjamin dan melindungi hak asasi manusia perlu adanya sosialisasi yang berkesimanbungan tentang bahaya perdagangan orang, regulasi sistem hukum baik substansi, struktur dan budaya hukum, selain itu diperlukan pemberdayaan ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan dan pendidikan moral harus terus menerus disosialisasikan.
Dikatakan, Kabupaten Cilacap telah membentuk Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tentunya besar harapan saya selaku pemerintah daerah Kabupaten Cilacap agar para Satgas nantinya bisa bekerjasama dengan sepenuh hati untuk melakukan upaya preventif, promotif, rehabilitatif pada berbagai bentuk tindak pidana perdagangan orang.
Bahwa laki-laki, perempuan dan anak-anak termasuk dalam korban perdagangan orang dengan tujuan eksploitasi tenaga kerja dan eksploitasi seksual, eksploitasi sebagai pengemis dan pelaku kriminal yang dipaksakan demi keutungan para perekrut dan pelaku perdagangan orang yang dapat merusak kehidupan para korban dan keluarga mereka.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah mengamanatkan bahwa Gugus Tugas TPPO untuk melaksanakan fungsi koordinasi dalam kegiatan pencegahan, perlindungan dan penuntutan melawan perdagangan orang melalui kerjasama dengan para pemengku kepentingan pemerintah dan non pemerintah lainnya. Pihaknya mengharap kepada anggota gugus Tugas TPPO untuk aktif mensosialisasikan pencegahan dan penanganan TPPO kepada masyarakat luas, agar masyarakat memahami dengan baik tentang UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan selanjutnya ikut mencegah terjadinya kasus perdagangan orang. Salah satu cara untuk meminimalisir korban maupun kasus, harus dilakukan strategi pencegahan dan penanganan TPPO memerlukan tiga pilar yatu peningkatan kapasitas, penyadaran masyarakat dan penguatan dan pengembangan kerjasama.
Sementara itu menurut Pembicara dari UPT BP2MI Propinsi Jawa Tengah, Sorrenti Dian Anggraeni, yang menjabat sebagai Pengelola Perlindungan dan Pemberdayaan TKI Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) , sejak bulan januari sampai dengan April tahun 2021 tercatat 86 kasus yang dialami Pekerja Migran Indonesia –PMI di luar negeri, dengan berbagai kasus. Dari jumlah tersebut 11 kasus berasal dari Kabupaten Cilacap , dengan yang dialami antaralain berupa dokumen ditahan, gaji tidak dibayar, overchanging,PMI meninggal , PMI Sakit dan PMI dipulangkan.
Sorrenti menambahkan, tingginya kasus TPPO terjadi karena faktor pendorong antara lain kemiskinan,pendidikan rendah,tidak memiliki pekerjaan, dampak konflik serta diskriminasi gender. Selain itu juga adanya faktor penarik untuk calon korban janji manis untuk mendapatkan penghasilan dan meningkatnya status ekonomi keluarga. Sedang faktor penarik bagi pelaku eksploitasi karena meningkatnya permintaan pelayanan seksual dan tenaga kerja, korban lebih mudah dikendalikan dan lebih murah dan menghasilkan keuntungan lebih tinggi bagi pelaku. Bagi pelaku TPPO baik orang perseorangan atau korporasi dapat dijerat dengan pasal 4 UU No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun maksimal 15 tahun dan pidana Denda paling sedikit seratus dua puluh juta rupiah dan maksimal 600 juta rupiah.
Modus operandi yang berhubungan dengan penempatan PMI antara lain perekrutan tanpa perjanjian penempatan, perekrutan dibawah umur dokumen dipalsukan, dan tanpa izin suami atau orang tua. Selain itu, hanya menggunakan paspor visa kunjungan, ditempatkan oleh perorangan bukan perusahaan yang memiliki izin dari Menteri tenaga kerja , serta tanpa E-KTLN, dipindahkan ke majikan tanpa perjanjian kerja.(Rin/Kominfo).